laman

Jumat, 16 Desember 2011

Pengertian menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006



1.        Penatausahaan hasil hutan adalah kegiatan yang meliputi penatausahaan tentang perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan penimbunan, pengolahan dan pelaporan.
2.        Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
3.        Hasil hutan adalah benda-benda hayati yang berupa Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu selain tumbuhan dan satwa liar yang dipungut dari hutan Negara.
4.        Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam yang selanjutnya disebut IUPHHK Alam adalah izin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil hutan kayu.
5.        Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada hutan alam adalah izin untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu pada hutan alam.
6.        Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada hutan tanaman yang selanjutnya disebut IUPHHK Tanaman adalah izin untuk memanfaatkan kayu tanaman pada hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, perbenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan dan pemasaran hasil hutan kayu.
7.        Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada hutan tanaman adalah izin untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu hasil budidaya pada hutan produksi. Yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, perbenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan dan pemasaran hasil hutan bukan kayu.
8.        Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) adalah izin untuk melakukan pengambilan hasil hutan kayu meliputi pemanenan, pengangkutan dan pemasaran untuk jangka waktu tertentu dan volume tertentu di dalam hutan produksi.
9.        Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK) adalah izin dengan segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu antara lain rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan dan lain sebagainya di dalam hutan lindung dan atau hutan produksi.
10.    Pemegang izin adalah Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi atau perorangan yang diberi izin untuk melakukan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan dan atau pemungutan hasil hutan.
11.    Izin lainnya yang sah (ILS) adalah izin pemanfaatan hutan yang diberikan dalam bentuk Izin Pemanfaatan Kayu.
12.    Pemenang lelang adalah Badan Usaha, Lembaga atau perorangan yang telah ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara (KP2LN) sebagai pihak yang berhak memiliki hasil hutan yang dilelang.
13.    Izin pemanfaatan kayu (IPK) adalah izin untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dikonversi, penggunaan kawasan dengan status pinjam pakai, tukar menukar dan dari Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).
14.    Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) adalah izin mendirikan industri untuk mengolah Kayu Bulat (KB) dan atau Kayu Bulat Kecil (KBK) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
15.    Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK) adalah izin mendirikan industri untuk mengolah hasil hutan bukan kayu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
16.    Industri Pengolahan Kayu Lanjutan (IPKL) adalah industri yang mengolah hasil hutan yang bahan bakunya berasal dari produk industri primer hasil hutan kayu.
17.    Industri pengolahan kayu terpadu adalah industri primer hasil hutan kayu dan industri pengolahan kayu lanjutan yang berada dalam satu lokasi industri dan dalam satu badan hukum.
18.    Blok Kerja Tebangan adalah satuan luas hutan tertentu yang akan ditebang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
19.    Petak kerja tebangan adalah bagian dari blok tebangan yang luasnya tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan silvikultur yang sama.
20.    Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) adalah tempat untuk pengumpulan kayu-kayu hasil penebangan/pemanenan disekitar petak kerja tebangan yang bersangkutan.
21.    Tempat penimbunan kayu (TPK) adalah tempat milik, pemegang IUPHHK/IPHHK/IPK di dalam atau di sekitar arealnya yang berfungsi menimbun kayu bulat dan atau kayu bulat kecil dari beberapa TPn.
22.    Tempat penimbunan kayu industri (TPK industri) adalah tempat penimbunan kayu di air atau di darat (logpond atau logyard) yang berada di lokasi industri dan sekitarnya.
23.    Tempat penimbunan kayu antara (TPK Antara) adalah tempat untuk menampung kayu bulat atau kayu bulat kecil baik berupa logpond atau logyard, yang lokasinya diluar areal izin IUPHHK/IPHHK/IPK/ILS dengan penetapan oleh pejabat yang berwenang.
24.    Tempat penampungan terdaftar adalah tempat untuk menampung kayu olahan milik perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan dari Dinas Kabupaten/Kota.
25.    Pejabat Pengesah Laporan Hasil Penebangan (P2LHP) adalah pegawai kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan pengesahan laporan hasil penebangan kayu bulat dan atau kayu bulat kevil.
26.    Pejabat Pengesah Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (P2LP-HHBK) adalah pegawai kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan pengesahan laporan produksi hasil hutan bukan kayu.
27.    Pejabat Pemeriksa Penerimaan Kayu Bulat (P3KB) adalah pegawai kehutanan yang mempunyai kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan dan diangkat serta diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas kayu bulat yang diterima industri primer hasil hutan, TPK Antara atau pelabuhan umum.
28.    Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (P2SKSKB) adalah pegawai yang bekerja dibidang kehutanan baik PNS maupun bukan PNS, yang mempunyai kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi wewenang untuk menerbitkan dokumen SKSKB.
29.    Penerbit faktur (penerbit FA-KB/FA-HHBK/FA-KO) adalah karyawan perusahaan yang bergerak dibidang kehutanan yang mempunyai kualifikasi sebagai penguji hasil hutan yang diangkat dan diberi wewenang untuk menerbitkan dokumen Faktur.
30.    Badan usaha adalah perusahaan yang berbadan hukum dan memiliki perizinan yang sah dari instansi yang berwenang dan bergerak dalam bidang usaha kehutanan.
31.    Perorangan dalam kegiatan penatausahaan hasil hutan adalah orang seorang yang melakukan usaha di bidang kehutanan.
32.    Timber cruising adalah kegiatan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon (yang direncanakan akan ditebang), pohon inti, pohon yang dilindungi, permudaan, data lapangan lainnya, untuk mengetahui jenis, jumlah, diameter, tinggi pohon, serta informasi tentang keadaan lapangan/lingkungan, yang dilaksanakan dengan intensitas tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
33.    Laporan Hasil Cruising (LHC) adalah hasil pengolahan data pohon dari pelaksanaan kegiatan timber cruising pada petak kerja tebangan yang memuat nomor pohon, jenis, diameter, tinggi pohon bebas cabang dan taksiran volume kayu.
34.    Buku ukur (BU) adalah catatan harian atas hasil pengukuran kayu tebangan yang dibuat di TPn.
35.    Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat (LHP-KB) adalah dokumen tentang realisasi seluruh hasil penebangan pohon berupa kayu bulat pada petak/blok yang ditetapkan.
36.    Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat Kecil (LP-KBK) adalah dokumen tentang realisasi seluruh hasil penebangan pohon berupa kayu bulat kecil pada petak/blok yang ditetapkan.
37.    Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (LP-HHBK) adalah dokumen tentang realisasi seluruh hasil pemanenan berupa hasil hutan bukan kayu pada areal yang ditetapkan.
38.    Kayu Bulat (KB) adalah bagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih.
39.    Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah pengelompokan kayu yang terdiri dari kayu dengan diameter kurang dari 30 (Tiga puluh) cm, cerucuk, tiang jermal, tiang pancang, galangan rel, cabang, kayu bakar, bahan arang dan kayu bulat dengan diameter 30 cm atau lebih berupa kayu sisa pembagian batang, tonggak atau kayu yang direduksi karena mengalami cacat/busuk bagian hati pohon/gerowong lebih dari 40% (Empat puluh persen).
40.    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan selain kayu yang dipungut dari dalam hutan lindung dan atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan dan lain sebagainya.
41.    Kayu Olahan (KO) adalah produk hasil pengolahan hasil hutan kayu.
42.    Kayu pacakan adalah kayu berbentuk persegi yang diolah di hutan dari KR atau KBK dengan menggunakan kapak, gergaji rantai atau sejenisnya.
43.    Hasil hutan lelang adalah hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari pelelangan yang sah.
44.    Daftar kayu bulat (DKB/DKB-FA) adalah dokumen yang memuat identitas kayu bulat sebagai dasar penerbitan dan merupakan lampiran SKSKB/FA-KB.
45.    Daftar Kayu Bulat Kecil (DKBK) adalah dokumen yang memuat identifikasi kayu bulat kecil yang digunakan sebagai dasar penerbitan dan merupakan lampiran FA-KB.
46.    Daftar Hail Hutan Bukan Kayu (DHHBK) adalah dokumen yang memuat identitas hasil hutan bukan kayu yang digunakan sebagai dasar penerbitan dan merupakan lampiran FA-HHBK.
47.    Daftar Kayu Olahan (DKO) adalah dokumen yang memuat identitas kayu olahan sebagai dasar penerbitan dan merupakan lampiran FA-KO.
48.    Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan.
49.    Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB) adalah dokumen angkutan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, dipergunakan dalam pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan berupa kayu bulat yang diangkut secara langsung dari areal izin yang sah pada hutan alam Negara dan telah melalui proses verifikasi legalitas, termasuk telah dilunasi PSDH dan atau DR.
50.    Faktur Angkutan Kayu Bulat (FAKB) adalah adalah dokumen angkutan yang diterbitkan oleh penerbit FA-KB yang merupakan petugas perusahaan, dipergunakan dalam pengangkutan hasil hutan berupa kayu kayu bulat atau kayu bulat kecil yang berasal dari perizinan yang sah pada hutan alam Negara atau hutan tanaman di kawasan hutan produksi dan untuk pengangkutan lanjutan kayu bulat atau kayu bulat kecil yang berasal dari kawasan hutan Negara yang berada di luar kawasan.
51.    Faktur Angkutan Kayu Olahan (FA-KO) adalh dokumen angkutan yang diterbitkan oleh penerbit FA-KO, dipergunakan dalam pengangkutan untuk hasil hutan berupa kayu olahan berupa kayu gergajian, kayu lapis, veneer, serpih dan laminated veneer lumber.
52.    Faktur Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (FA-HHBK) adalah dokumen angkutan yang diterbitkan oleh petugas FA-HHBK, yang digunakan untuk pengangkutan HHBK yang berasal dari areal izin yang sah pada hutan alam Negara.
53.    Pengangkutan lanjutan adalah pengangkutan hasil hutan berupa kayu bulat atau kayu bulat kecil yang sebelumnya mengalami transit di TPK Antara, TPK Industri.
54.    Laporan Mutasi Kayu Bulatadalah dokumen yang menggambarkan penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan kayu bulat yang dibuat di TPK dimana terdapat mutasi kayu bulat.
55.    Laporan Mutasi Kayu Bulat Kecil (LMKBK) adalah dokumen yang menggambarkan penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan kayu bulat kecil yang dibuat di TPK dimana terdapat mutasi kayu bulat.
56.    Laporan Mutasi Hasil Hutan Bukan Kayu (LMHHBK) adalah dokumen yang menggambarkan penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan hasil hutan bukan kayu.
57.    Laporan Mutasi Kayu Olahan (LMKO) adalah dokumen yang menggambarkan penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan kayu olahan yang dibuat di industri atau di tempat penampungan yang sah.
58.    Kelompok Jenis Kayu adalah pengelompokan jenis-jenis kayu yang telah ditebang berdasarkan kelompok tariff PSDH/DR, yang sekaligus mewakili hak-hak Negara yang melekat pada kayu bulat tersebut.
59.    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Bina Produksi Kehutanan.
60.    Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi.
61.    Dinas Kabupaten/Kota adalah dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupaten/Kota.
62.    Balai adalah unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal.

Rabu, 14 Desember 2011

Arti warna kesukaanmu


Dalam feng shui, warna adalah getaran. Getaran itu selalu kita respon, secara sadar maupun tidak. Warna memengaruhi kenyamanan lingkungan dan mood. Warna yang kita kenakan sehari-hari memengaruhi pandangan orang lain terhadap kita. Berikut ini sejumlah karakter warna menurut feng shui:
Merah
Sifat merah memberi stimulasi dan dominan. Erat kaitannya dengan sifat hangat serta kemakmuran, tetapi juga menggambarkan kemarahan, malu dan kebencian. Untuk ruangan, merah mengurangi ukuran, tetapi memperbesar ukuran objek. Warna ini bagus sebagai aksen.
Tak cocok: ruang makan, kamar tidur anak-anak, dapur, dan ruang kerja.
Kuning
Erat dengan pencerahan dan intelektualitas. Sifatnya menstimulasi otak dan membantu pencernaan. Sifat positifnya adalah optimisme, akal, dan ketegasan. Sifat negatifnya, berlebihan dan kekakuan.
Cocok: pintu masuk rumah dan dapur.
Tak cocok: ruang meditasi dan kamar mandi.
Hijau
Simbol pertumbuhan, kesuburan, dan harmoni. Hijau adalah warna menenangkan dan menyegarkan. Sifat positifnya, optimisme, kebebasan, dan keseimbangan. Sifat negatifnya, iri hati dan kebohongan.
Cocok: ruang terapi dan kamar mandi.
Tak cocok: ruang keluarga, ruang bermain, dan ruang belajar.
Biru
Damai dan menyejukkan. Biru juga terkait dengan spiritualitas, kontemplasi, misteri, dan kesabaran. Asosiasi positifnya, rasa percaya dan stabilitas. Sifat negatifnya, curiga dan melankolis. Biru memberi kesan luas pada ruangan.
Cocok: ruang meditasi, ruang tidur, dan ruang terapi.
Tak cocok: ruang keluarga, ruang makan, dan ruang kerja.
Putih
Simbol awal baru, kemurnian dan kesucian. Kualitas positifnya, bersih dan segar. Sifat negatifnya, dingin dan tanpa kehidupan.
Cocok: kamar mandi dan dapur.
Tak cocok: kamar anak-anak dan ruang makan.
Hitam
Misterius dan independen adalah sifat hitam. Positifnya, daya tarik dan kekuatan. Sifat negatinya, kematian, kegelapan, dan kuasa jahat.
Cocok: kamar remaja dan kamar tidur.
Tak cocok: kamar kerja, kamar anak-anak, dan ruang keluarga.
Cokelat
Warna cokelat menggambarkan stabilitas dan bobot. Sifat positifnya kestabilan dan keanggunan, sedangkan sifat negatifnya depresi dan penuaan.
Cocok: kamar kerja
Tak cocok: kamar tidur.

Pengolahan jernang dengan cara perebusan


Cara perebusan merupakan cara alternatif yang dapat dikerjakan oleh masyarakat. Perebusan merupakan salah satu cara yang tepat guna, dimana tidak memerlukan teknologi yang tinggi. Perebusan yang dilakukan bertujuan untuk mencairkan resin yang terdapat didalam buah jernang. Cara perebusan dilakukan dengan menggunakan seluruh bagian buah kecuali biji. Kelebihan cara perebusan adalah resin yang dihasilkan tanpa kulit. Selama perebusan dilakukan, resin yang naik dikumpulkan dalam wadah/cawan petri. Jernang tersebut akan mengering dan menggumpal. Gumpalan tersebut dihaluskan sampai menjadi serbuk halus yang akan digunakan dalam analisis sifat fisiko dan kimia.   

Pengolahan jernang cara Masyarakat


a.    Kadar resin
Kadar resin (%) = W2-W1/W x 100 ; keterangan:   
W adalah berat serbuk jernang (g)
W1 adalah berat labu pemisah (g)
W2 adalah berat labu pemisah dan resin (g)
b.    Kadar air
Kadar air (%) = W1-W2/W2 x 100   ;  keterangan:   
W1 adalah berat jernang (g)                 
W2 adalah berat jernang setelah di oven (g)         
c.    Kadar kotoran
Kadar kotoran (%) = W1-W2/W x 100; keterangan:
W adalah berat jernang (g)
W1 adalah kertas saring dan kotoran (g)     
W2 adalah kertas saring (g)           

d.    Kadar abu
Kadar abu (%) = d-c/b-a x 100 ;   keterangan:   
a adalah berat cawan porselen awal (g)
b adalah berat jernang + cawan porselen awal (g)
c adalah berat cawan porselen akhir tanpa abu (g)
d adalah berat cawan porselen berisi abu (g)
e.    Titik leleh
Titik leleh diukur dengan menggunakan melting point. Jernang yang dibuat serbuk halus dicairkan pada suhu awal 40°C, mengamati terus sampai jernang meleleh seluruhnya dan mencatat suhunya.
f.     Warna
Warna ditentukan dengan pengamatan secara visual setelah sejumlah contoh jernang dilarutkan dengan etanol dan dituangkan ke atas kertas putih.
Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu jernang
No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Mutu super
Mutu A
Mutu B
1
Kadar resin (b/b)
%
Min. 80
Min.60
Min.25
2
Kadar air (b/b)
%
Maks.6
Maks.8
Maks.10
3
Kadar kotoran (b/b)
%
Maks.14
Maks.39
Maks.50
4
Kadar abu (b/b)
%
Maks.4
Maks.8
Maks.20
5
Titik leleh
°C
Min.80
Min.80
-
6
Warna
-
Merah tua
Merah muda
Merah pudar
Sumber : SNI

Analisis sifat fisik dan kimia jernang


a.    Kadar resin
Kadar resin (%) = W2-W1/W x 100 ; keterangan:   
W adalah berat serbuk jernang (g)
W1 adalah berat labu pemisah (g)
W2 adalah berat labu pemisah dan resin (g)
b.    Kadar air
Kadar air (%) = W1-W2/W2 x 100   ;  keterangan:   
W1 adalah berat jernang (g)                 
W2 adalah berat jernang setelah di oven (g)         
c.    Kadar kotoran
Kadar kotoran (%) = W1-W2/W x 100; keterangan:
W adalah berat jernang (g)
W1 adalah kertas saring dan kotoran (g)     
W2 adalah kertas saring (g)           

d.    Kadar abu
Kadar abu (%) = d-c/b-a x 100 ;   keterangan:   
a adalah berat cawan porselen awal (g)
b adalah berat jernang + cawan porselen awal (g)
c adalah berat cawan porselen akhir tanpa abu (g)
d adalah berat cawan porselen berisi abu (g)
e.    Titik leleh
Titik leleh diukur dengan menggunakan melting point. Jernang yang dibuat serbuk halus dicairkan pada suhu awal 40°C, mengamati terus sampai jernang meleleh seluruhnya dan mencatat suhunya.
f.     Warna
Warna ditentukan dengan pengamatan secara visual setelah sejumlah contoh jernang dilarutkan dengan etanol dan dituangkan ke atas kertas putih.
Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu jernang
No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Mutu super
Mutu A
Mutu B
1
Kadar resin (b/b)
%
Min. 80
Min.60
Min.25
2
Kadar air (b/b)
%
Maks.6
Maks.8
Maks.10
3
Kadar kotoran (b/b)
%
Maks.14
Maks.39
Maks.50
4
Kadar abu (b/b)
%
Maks.4
Maks.8
Maks.20
5
Titik leleh
°C
Min.80
Min.80
-
6
Warna
-
Merah tua
Merah muda
Merah pudar
Sumber : SNI

Sekilas tentang Buah Jernang

banyak orang yg tidak mengetahui bentuk buah jernang itu sendiri..seperti ini buahnya..dan getahnya yang sudah kering.



Getah Jernang merupakan hasil hutan bukan kayu sejenis rotan yang diambil dari kulit buah jernang untuk keperluan tertentu. Buahnya seperti buah rotan, bulat kecil-kecil berkumpul seoerti buah salak. Jernang merupakan tumbuhan merambat pada pepohonan di sekitarnya. Di dalam getah jernang mengandung senyawa dracoresen (11%), draco resinolanol (56 %), draco alban (2,5 %) sisanya asam benzoate dan asam bensolaktat. Getah jernang biasa digunakan sebagai campuran obat diare, disentri dan pembeku darah akibat luka, sebagai bahan baku pewarna porselen, pewarna marmer, bahan penyamakan kulit, bahan baku lipstick dan lain-lain. Hal ini sangat diperlukan oleh nagara Cina, Thailand, Singapura, Hongkong dimana mereka memerlukan getah jernang lebih dari 400 ton pertahun. Indonesia saat ini dapat mengeksport getah jernang hanya 27 ton pertahun itupun sebagian hasil pencarian buah jernang dari dalam hutan. Penyebaran jernang di Indonesia berada pada hutan pulau sumatera (jambi, pedalaman riau) dan Kalimantann (Pontianak). Bahkan disinyalir jernang hanya terdapat pada tiga Negara di dunia yaitu India, Malaysia dan Indonesia, sehingga getah jernang menjadi sangat mahal harganya. Dari 100 kg buah jernang didapat 3, 5 kg getah jernang dengan harga per kg saat ini mencapai 1, 2 juta rupiah. Jenis yang paling mahal harganya adalah jenang jenis dragon’s blood. Saat ini jika ingin membudidayakan jernang dapat diambil dari anakan jernang dalam hutan atau langsung dari biji jernang. Karena jernang merupakan tumbuhan merambat maka perlu pohon pelindung sebagai tempat merambatnya jernang. Hal ini sangat menguntungkan petani jika jenis pohon pelindung itu juga menghasilkan seperti pohon karet. Selain dapat hasil dari penyadapan getah pohon karet, petani juga dapat menjual getah jernang sehingga menambah pendapatan para petani. Saat ini jernang baru dibudidayakan di daerah propinsi Jambi, sehingga hasil jernang di Indonesia dari budidaya masih sangat kecil. Artinya, ini merupakan peluang untuk investasi. Sebagai gambaran saat ini dari 1 ha tanaman jernang dapat menghasilkan 35 hingga 38 juta pertahun. Hal ini menjadi peluang tambahan bagi petani yang ingin membudi dayakannya. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sendiri tepatnya di desa Hinas Kiri budidaya jernang masih tahap uji coba. Kedepannya diharapkan melalui penyuluhan budidaya jernang dapat meluas ke daerah – daerah lain.