1. Di dalam Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 485/Kpts-II/1989 pasal 2 ayat 1 ditetapkan
bahwa pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia dapat dilakukan dengan
beberapa sistem silvikultur, yaitu sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI), Tebang Habis Permudaan Alam (THPA) atau Tebang Habis
Permudaan Buatan (THPB).
2.
Sistem silvikultur TPTI pada hutan kering adalah sistem
silvikultur yang meliputi cara penebangan dengan batas diameter 50 cm ke atas
untuk hutan produksi tetap (HP) atau 60 cm ke atas untuk hutan produksi
terbatas (HPT), dengan rotasi tebang ditetapkan dalam jangka waktu 35 tahun.
3.
Tujuan dari sistem TPTI adalah untuk mengatur sistem
pengelolaan hutan alam produksi sedemikian rupa, sehingga dari sistem tersebut
dapat diperoleh manfaat berupa peningkatan nilai hutan baik kuantitas maupun
kualitas pada areal bekas tebangan untuk siklus tebangan berikutnya, dan dalam
35 tahun yang akan dating diharapkan akan terbentuk tegakan hutan campuran dari
berbagai ukuran (umur).
4. limit diameter yang
boleh ditebang dalam sistem silvikultur TPTI pada hutan Produksi Terbatas
(HPT) ≥ 60 cm up, sedangkan pada areal
selain HPT, diterapkan limit diameter yang ditebang adalah diameter ≥ 50 cm up,
dengan rotasi satu kali daur pengusahaan hutan adalah 35 tahun.
5.
Jangka Benah adalah Peride pengembalian kondisi hutan untuk
mencapai keadaan hutan normal setelah hutan tersebut mengalami gangguan.
6.
Pohon atau
juga pokok ialah tumbuhan dengan
batang dan cabang yang berkayu.
Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon.
Pohon dibedakan dari semak melalui
penampilannya. Semak juga memiliki batang berkayu, tetapi tidak tumbuh tegak.
7. Ciri
yang segera mudah dikenali pada tumbuhan adalah warna hijau yang dominan akibat
kandungan pigmen klorofil yang berperan vital dalam proses penangkapan energi
melalui fotosintesis.
8.
Berdasarkan sifat-sifat musimannya:
9.
Berdasarkan ketinggian tempatnya:
10.
Berdasarkan tujuan pengelolaannya:
· hutan produksi, yang dikelola untuk
menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan kayu (non-timber
forest product)
· hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi
kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan
alam yaitu Cagar alam dan Suaka alam
· hutan konversi, yakni hutan yang
dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan
non-kehutanan.
11.
Hutan merupakan areal yang didominasi oleh pepohonan dimana
didalamnya terdapat interaksi diantaranya yaitu komponen abiotik dan biotic.
12.
Sertifikat PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) seperti ITTO Guideline (1993) dan forest stewardship Council (FSC)
maupun skala nasional seperti kriteria dan indikator yang dikembangkan oleh
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).